Lewat Nikel, Indonesia Berpeluang Ubah Geopolitik Dunia

Oleh Andry Winanto - fakta.com
31 Oktober 2023 13:13 WIB
Ilustrasi. (Dokumen Freepik)

FAKTA.COM, Jakarta - Batu bara, minyak bumi, dan gas alam masih mendominasi pemenuhan energi di era penggunaan energi fosil saat ini. Padahal, belakangan sudah muncul gagasan untuk memanfaatkan energi bersih yang berasal dari angin, matahari, air dan panas bumi.

Dengan kondisi itu, Mantan Wakil Menteri (Wamen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar mengungkapkan, mineral strategis menjadi rebutan dunia saat ini. “Sebagai contoh adalah tembaga dan nikel,” ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (31/10/2023).

Namun demikian, Arcandra menilai sumber energi bersih tidak bisa berdiri sendiri tanpa bantuan bahan tambang atau mineral yang dibutuhkan untuk turbin, jaringan listrik dan kendaraan listrik (elektric vehicle/EV).

Arcandra menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara dengan produksi nikel terbesar di dunia dengan porsi mencapai 49%. Diikuti kemudian Filipina dengan 10% dan Rusia 6%. 

“Menariknya, sebanyak 43% pengolahan nikel langsung dilakukan di Indonesia sendiri (melalui smelter) dan bukan di negara lain,” tuturnya.

Seberapa `Gurih` Tambang Nikel Blok Mandiodo?

Eks Wamen BUMN itu lantas membandingkan pengolahan mineral yang mayoritas negara produsen tidak mampu mengolah langsung hasil barang tambang mereka. Dia menyebut lithium yang mayoritas diproduksi di Australia tapi diolah di China.

Pun demikian dengan cobalt dari Kongo, tembaga dari Chile, dan barang tambang lain yang pusat pengolahannya ada di China.

“Melihat data ini, hanya nikel yang tempat pengolahan terbesarnya bukan di China tapi di Indonesia. Menarik bukan?” kata dia.

Arcandra menyebut masa depan nikel sejatinya bukan soal urusan barang tambang. Lebih dari itu, nikel bisa jadi media arah penentu kebijakan global lantaran sumber energi dipercaya menjadi ladang berharga yang terus diperebutkan dari waktu ke waktu.

“Penguasaan mineral strategis ini menjadi sesuatu yang bisa mengubah peta geopolitik dunia dan mungkin dijadikan alat penekan. Dalam penguasaan ini, kita bisa membagi dalam dua aspek,” tegasnya.

Tambang Nikel Morowali, Antara Lingkungan dan Ekonomi

Aspek pertama dari sisi penguasaan lokasi dimana tambang itu berproduksi. Aspek kedua adalah dari sisi dimana hasil tambang itu diolah atau dimana smelter-nya berada. 

“Kedua jenis penguasaan ini akan menentukan kepada siapa dan kemana material strategis bisa dijual. Dengan kata lain, bisa jadi tambang berada di negara A tapi smelter-nya berada di negara B,” sambung dia.

Dengan kondisi seperti di atas, Arcandra berkeyakinan negara-negara yang tidak punya mineral strategis akan berusaha untuk menguasai sisi pengolahan. Paling tidak mereka masih punya penguasaan dari sisi produk hilirisasi dan berharap mampu mengontrol harga dan ketersediaan pasokan. 

“Disaat itulah nanti material strategis bisa menjadi alat untuk menaikan posisi tawar secara geopolitik. Ini yang kemudian China telah banyak berinvestasi untuk membangun pabrik pengolahan di negaranya dan telah atau sedang menuju dalam penguasaan material strategis dunia,” tutup dia.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//