Resmi Beroperasi, PLTS Apung Cirata Berpotensi Tarik Investasi

Oleh Issa Almawadi - fakta.com
09 November 2023 12:08 WIB
Presiden Jokowi meresmikan PLTS Terapung Cirata 192 MWp, Kamis (9/11/2023) di Purwakarta, Jawa Barat. (Tangkapan Layar Setkab)

FAKTA.COM, Jakarta - Indonesia resmi punya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung terbesar di Asia Tenggara dan ketiga di dunia. PLTS yang dimaksud berlokasi Cirata, Purwakarta, Jawa Barat.

PLTS tersebut mulai beroperasi hari ini setelah diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Hari ini merupakan hari yang bersejarah, karena mimpi besar kita untuk membangun pembangkit energi baru terbarukan (EBT) dalam skala besar akhirnya bisa terlaksana," ujar Jokowi dikutip Setkab.go.id, Kamis (9/11/2023).

Jokowi menyampaikan, pengoperasian PLTS terapung ini dapat terlaksana melalui kerja sama beberapa pihak. Di antaranya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT PLN Persero, serta Masdar dari Uni Emirate Arab.

Lebih lanjut, Jokowi mengatakan, keberadaan PLTS dengan kapasitas 192 MWp ini, akan menambah pasokan listrik yang saat ini berkapasitas 1.000MW. "Ke depan, kalau dimaksimalkan bisa menambah kurang lebih 1.000 MWp. Jadi, nanti tenaga airnya bisa untuk energi hijau juga," katanya.

Implementasi Transisi Energi, Pusat dan Daerah Perlu Tingkatkan Kapasitas

Jokowi juga mendorong pemanfaatan seluruh potensi EBT yang ada di Indonesia. Dengan pemanfaatan teknologi yang ada saat ini, Presiden pun optimistis Indonesia dapat mengatasi tantangan dalam pengembangan energi baru terbarukan.

Dalam kesempatan berbeda, Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai, pengoperasian PLTS terapung Cirata menjadi tonggak akselerasi pengembangan pembangkit listrik tenaga surya berskala besar di Indonesia yang praktis mati suri sejak 2020. Bahkan, IESR berpendapat, seiring dengan semakin menurunnya biaya investasi PLTS, maka menjadikannya sebagai pembangkit energi terbarukan termurah saat ini.

Indonesia pun harus mengoptimalkan potensi teknis PLTS yang mencapai 3,7 TWp sampai dengan 20 TWp untuk mendukung tercapainya target puncak emisi sektor kelistrikan di 2030, dengan biaya termurah.

Menurut Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, pemerintah dan PLN juga harus mengoptimalkan potensi PLTS terapung dengan menciptakan kerangka regulasi yang menarik minat pelaku usaha untuk berinvestasi di pembangkit ini. "Salah satunya, dengan memberikan tingkat pengembalian investasi sesuai profil risiko tetapi menarik dan mengurangi beban tambahan dalam mengelola investasi," kata Fabby.

Kepentingan Bisnis dan Geopolitik Memperumit Transisi Energi

Selain itu, pemerintah perlu memperhatikan skema penugasan PLN kepada anak perusahaannya, yang selama ini menjadi opsi prioritas pengembangan PLTS terapung. Melalui skema ini, anak perusahaan mencari pihak yang bersedia untuk berinvestasi atau equity investor untuk kepemilikan minoritas tetapi harus mau menanggung porsi equity yang lebih besar melalui pinjaman pemegang saham (shareholder loan).

"Skema ini menguntungkan PLN, tetapi memangkas pengembalian investasi bagi investor dan berisiko pada bankability proyek dan minat pemberi pinjaman. Skema ini juga dapat menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat di antara para pelaku usaha, karena hanya mereka yang punya ekuitas besar saja yang bisa bermitra dengan PLN, dan mayoritas investor asing. Hal ini dapat berdampak pada minat investasi secara keseluruhan," kata Fabby menambahkan.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//