Menebak Peta Politik Sehabis Pilpres, Antara Koalisi Gemuk dan Oposisi

Oleh Gin gin Tigin Ginulur - fakta.com
23 Februari 2024 14:24 WIB
Tiga capres saat debat. (Dokumen Fakta.com/Dwi Arief)

FAKTA.COM, Jakarta - Pemungutan suara Pemilu 2024 baru saja usai. Partai politik pun kini mulai memikirkan masa depan, jadi oposisi atau koalisi pemerintah.

Sejauh ini, ada tiga koalisi partai di parlemen yang mengusung pasangan capres-cawapres pada Pemilu 2024. Partai NasDem, PKS, dan PKB, mengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Kemudian Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendapat dukungan dari empat partai raksasa yakni Gerindra, PAN, Golkar, dan Demokrat. Terakhir pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD didukung PDIP dan PPP.

Meski KPU belum mengumumkan pemenang Pilpres 2024, hasil real count menunjukkan Prabowo-Gibran unggul atas dua rivalnya. Anies-Muhaimin ada di urutan kedua, dan Ganjar-Mahfud menduduki posisi paling buncit.  

Demokrat Gabung Jokowi, Pengamat: Dalam Politik, yang Abadi Hanya Kepentingan

Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Firman Manan mengatakan, dilihat dari komposisi partai dengan asumsi Prabowo Subianto menjadi presiden, koalisi pendukungnya masih di bawah 50 persen.

"Kalau gak salah di angka 43 persenan lah. Walaupun nanti dikonversi ke kursinya kita belum tahu. Tapi kemungkinan besar masih di bawah 50 persen gabungan Gerindra, GolKarm, PAN Demokrat itu,"" kata Firman kepada fakta.com.

Dengan komposisi seperti itu, lanjut Firman, tentu saja presiden mebutuhkan dukungan mayoritas dari parlemen minimal 50 persen plus 1.

Maka, kata dia, dipastikan prabowo akan mengajak partai lain untuk bergabung di luar yang sudah ada.

Terealisasi Rp16,5 T, Anggaran Pemilu Masih Banyak Tersisa

"Gabungan partai tersebut kemudian bisa membangun kekuatan mayoritas di parlemen, dan itu kan sudah dikatakan Prabowo dalam pidatonya waktu di Istora Senayan. Prabowo mengatakan akan merangkul nah itu kan sinyal yang ditunjukkan," terang Firman.

Firman lantas melihat kelaziman-kelaziman sebelumnya. Problem yang terjadi, kata dia, koalisi yang muncul malah gemuk karena dua alasan.

"Pertama ada ajakan dari pemerintah. Yang kedua, kebanyakan partai kita itu tidak punya karakter oposisi dengan berbagai alasan, salah satunya sumber daya," tandas Firman.

Idealnya, kata Firman, partai politik yang saat ini mendukung Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud, tetap berada pada posisinya sebagai oposisi karena penting untuk menjaga keseimbangan.

Tumbuh 5,4 Persen, Uang Beredar Januari Capai Rp8.721 Triliun

Sayangnya, kata Firman, menjadi oposisi itu seringkali disamakan dengan kesulitan mendapatkan resources. Walhasil, Firman menduga, akan terjadi koalisi besar setelah Pemilu 2024.

Firman memprediksi PKB dan PKS akan bergabung dengan Prabowo. Kedua partai tersebut, kata dia, tidak memiliki persoalan dengan Prabowo. Selain itu, kata dia, PKS juga sudah 10 tahun menjadi oposisi.

"Kalau kita lihat sejak 2004, yang punya karakter oposisi itu hanya dua partai PKS dan PDIP. Kita lihat PKS mudah-mudahan konsisten. Tapi kalau kemudian tidak, ini lebih pada kepentingan jangka pendek," kata Firman.

Sementara Partai NasDem, kata dia, sudah memberikan sinyal kemungkinan gabung dengan koalisi Prabowo. Salah satu indikasinya, pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Surya Paloh.

Lebih lanjut Firman menambahkan, khusus untuk PDIP sepertinya tak punya pilihan lain kecuali menjadi oposisi. Kecuali, lanjut dia, ada sesuatu yang luar biasa.

"Kalau PDIP keliatannya pilihannya justru terbatas hanya oposisi, kecil sekali kemungkinan kalau tidak ada sesuatu yang luar biasa membayangkan ada di koalisi," pungkas Firman.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//